Friday, November 8, 2019

Saudade

Kematian tidak pernah selalu buruk. 
Buat beberapa org yang ditinggalkan, adalah duka. 
Buat yang pergi,  bisa jadi sebuah pertemuan yang dinanti-nanti.

Ibu saya menderita stroke sejak 3 tahun terakhir, kondisinya sudah cukup memprihatinkan, badannya kurus, berbicara pun sudah tidak jelas, bahkan untuk berjalan, ibu sudah cukup kesulitan, tapi beliau selalu berusaha untuk tetap bisa mengurus rumah. 

Sejak dulu ibu adalah orang sangat aktif di lingkungan tempat tinggal kami,  dari mulai mengurus pos bindu, ikut pengajian,  dan mengajar ngaji anak-anak dirumah. Ibu senang mengurus banyak hal.

Momen terakhir yang tidak akan pernah saya lupakan adalah,  ibu masih bisa menghadiri pernikahan saya,  dengan segala keterbatasannya.
Karena beberapa kali ibu selalu menanyakan kapan saya menikah?, dan ketika saya meminta izin via telpon untuk menikah,  suara ibu terdengar sangat gembira.
~

Rabu,  16 Oktober 2019
Saya mendapat kabar kalau ibu jatuh di dapur, bapak mengirimkan foto ibu,  saat itu ibu terlihat masih lumayan segar,  tapi dagunya bengkak dan sangat memar. 

Kamis,  17 Oktober 2019
Pukul 12.30 wita saya mengecek hp,  ada beberapa panggilan tak terjawab dari bapak dan kakak saya,  saya mencoba menelpon kembali bapak tapi tidak ada jawaban,  beberapa menit kemudian, ada panggilan video call  dari kakak saya,  katanya ibu ingin berbicara dengan saya.  Karena bicara ibu sudah tidak terlalu lancar di tambah dagunya yang bengkak. Membuat ibu makin susah bicara, kakak saya pun mengulangi kalimat ibu, yang terdengar jelas saat itu hanya "sakit de." saya berusaha sekuat tenaga untuk tidak memecahkan tangisan saya,  dan saya memilih untuk mengakhiri video call tersebut,  dengan hati yang sesak

Jum'at,  18 Oktober 2019
Tepat pukul 13.00 wita,  bapak mengabarkan bahwa ibu kejang dan tidak sadarkan diri. Saat itu suami saya sedang pergi sholat jumat,  kemudian mengabarkan suami saya tentang kondisi ibu,  suami saya langsung bergegas pulang,  dan mendapati saya sedang menangis kemudian memeluk saya erat.  Sambil menangis  terisak, saya berkata kepada suami saya "mau pulang." hanya itu yang keluar dari mulut saya, diiringi isak tangis yang semakin pecah,  ketika bapak mengirimi pesan bahwa sepertinya ibu sudah tidak kuat lagi. Suami saya hanya bertanya "mau pulang malam ini? ." saya hanya bisa mengangguk, kemudian suami saya pun terdiam kembali. Tangis saya tidak berhenti karena saya tidak tahu apa yang bisa saya lakukan selain menunggu kabar dari adik,  kakak dan keluarga saya di depok.

Sekitar pukul 16.30, suami saya pamit untuk berangkat kerja. Sementara, suami saya tidak memberikan jawaban apakah saya boleh pulang atau tidak.

Saya berfikir apakah permintaan pulang saya terlalu berat untuk dia.  Saya pun tidak berani menanyakan kembali, bahkan saya sudah mengatakan kepada kakak saya,  bahwa saya tidak bisa pulang.  Mereka pun berusaha mengerti dan menenangkan saya,  tidak apa jika memang tidak bisa pulang. 

Beberapa keluarga pun menanyakan perihal kepulangan saya,  saya hanya menjawab akan saya usahakan pulang.
Saat itu saya berfikir,  jika suami saya memang tidak mengijinkan saya pulang,  saya sudah ikhlas, karena saya takut permintaan pulang saya justru menjadi beban buat dia. Kemudian saya menghubungi kakak saya untuk menyampaikan permintaan maaf saya kepada ibu.
Saya berusaha melakukan aktifitas yang sempat tertunda. Dengan kesedihan yang mendalam.

Pukul 18.40 wita,  suami saya menelpon dan menawarkan saya untuk flight di jam 22.30 wita, saya kaget sekaligus gembira karena akhirnya saya bisa pulang. Saya pun langsung mengabari kakak dan sepupu saya.  

Suami saya pun bergegas pulang,  untuk mengantarkan saya ke bandara.  Saya dan suami tiba dibandara pukul 21.00 wita, karena pembelian tiket pesawat dibawah 12 jam tidak bisa dilakukan secara online , kami pun langsung membeli tiket di counter. 

Raut muka suami saya terlihat begitu cemas,  digenggamnya tangan saya erat. Lalu saya mencium pipi suami saya,  seraya dalam hati mengucapkan terimakasih....

Wednesday, September 4, 2019

Filosofi Air payau

"Aku tunggu di tepi pantai tempat biasa kamu melihat bintang, jam 7 malam ini. Tolong jangan menghindar lagi, ra!."

Hira membaca pesan tersebut dengan mata masih mengantuk.  Kemudian kembali meletakan telepon gengamnya.  
Badannya masih terasa sakit semua,  karena seminggu terakhir,  dia habiskan waktunya untuk berkeliling naik kereta. 
Hira yang awalnya ingin kembali tidur,  tapi jadi memikirin pesan yang baru saja dibacanya. Kemudian kembali lagi dia mengambil telpon genggamnya, dilihatnya sekarang pukul 04.08 sore, diletakan lagi telepon genggam miliknya.

***
Dilihatnya seorang pria mengenakan kemeja biru laut duduk diatas pasir tepi pantai,  angin yang cukup kencang,  membuatnya harus merapikan rambut gondrongnya yang tersapu berkali-kali. 

Hira kemudian duduk persis disampingnya,  dengan tatapan lurus kedepan. 

Janu menatap hira, yang sesekali membenarkan poninya yang tersapu angin. Setelah tarikan nafas yang cukup panjang.  
"Kamu pernah dengar tentang air asin dan air tawar?." tanya janu memecah hening.

"Mereka bisa hidup berdampingan tanpa bisa melebur jadi satu." jawab hira tegas. 

"Ya,  Tuhan pun pernah berfirman dalam kitabnya. "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing," Ar rahman 19-20." tambah janu. 

"Hal yang jelas berbeda memang tidak akan bisa bersatu,  tapi hanya bisa berdampingan." ujar hira yang dengan konsisten masih menatap ombak,  kemudian diam sejenak,  menelan ludah untuk kembali melanjutkan kalimatnya. 

"Sama halnya  manusia,  tidak ada yang sama, hanya bisa hidup berdampingan tanpa bisa menyatukan sifat yang sudah terbentuk sejak lahir dan lingkungan tempat bertumbuh." tambah hira. 

"Tapi saya teringat tentang air payau,  campuran air tawar dan air laut." kali ini janu mendapatkan perhatian hira.  
"Kamu tahu bagaimana bisa air payau itu terbentuk?,  Jika kadar garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5 sampai 30 gram, maka air ini disebut air payau. Namun jika lebih, disebut air asin." jelas janu. 

 Hira masih terdiam,  dan menatap janu dengan sedikit mengernyitkan dahi. 

"Ditengah ketakutan dan kekhawatiran mu tentang perjalanan baru kita.  Saya sedikit belajar dari air payau, anggaplah kita dua orang yang mempunyai kadar air asin dan air tawar yang bertemu.  Jika kita mau bercampur jadi satu. Kita harus sama2 menurukan kadar garam, orang-orang menyebutnya ego. Agar bisa hidup dalam satu gelombang dan tidak hanya saling berdampingan.Sedikit orang pasti yang menggunakan filosofi air payau. 
Karena bagi saya pertemuan kita tidak hanya untuk sekedar berdampingan tapi bersekat, seperti fenomena selat gibraltar.  Saya ingin kita hidup seperti air payau,  yang menyeimbangankan kehidupan."

Hira masih terdiam sesaat.

"Menjadi hutan mangrove." ujar hira sambil tersenyum.

Janu lalu memeluknya. 


Sunday, July 14, 2019

Menelisik Rindu

"Kangen. "
Tiba-tiba sebuah chat masuk,  membuat saya mengeryitkan dahi ketika membacanya.

"Salah kirim?. " balas ku.

"Engga, lu ga kangen?. " balasannya kali ini tidak hanya membuat saya negeryitkan dahi.  Tapi membuat saya sejenak menghela nafas dan berfikir keras.  Butuh hampir 10 menit untuk bisa menjawabnya.

"Ada yang berubah dengan rutinitas kita?." balas ku tanpa menjawab pertanyaannya lebih dulu.


"Kita lebih banyak di jalan akhir-akhir ini." jawabnya singkat.

"Ngerasa mulai hambar dan insecure,  iya.  Jadi ga ngerasa kangen." jawabku

" apa karna sibuk ngurus pernikahan ya?  Kangen ngobrol lama,  sekarang tiap sampe kost udah cape & ngantuk." jelasnya.

Lagi-lagi,  pesannya membuat saya terdiam berfikir.

"Iya,  semoga." jawabku singkat agar obrolan ini segera berakhir.

Berakhirnya obrolan di watsap sore itu,  tidak  membuat saya jadi berhenti berfikir. Saya mulai mengintrospeksi diri.  Bagaimana bisa saya mulai mengabaikan perasan sepenting itu. Perasaan yang harusnya membuat kami semakin erat.

Berkat obrolan itu saya jadi paham,
Bahwa rindu tidak selalu soal temu, tapi akan selalu bicara tentang "jarak",  apa dan mengapa. 

Friday, June 21, 2019

Tidak Utuh

Tidak semua jatuh cinta bisa membuat orang jadi bersama.
Karena hanya satu kali, hubungan yang didasari jatuh cinta .
Sisanya,
Dua manusia  bersama karena terluka.

Yang merasa perlu melanjutkan hidup , saling mengisi dan berbahagia.
Walau hatinya entah tertinggal dimana.

Dua manusia yang memutuskan untuk saling belajar jatuh cinta.
Dimana jatuh cinta hanyalah buah dari kebiasaan atas pertemuan yang direncanakan.
Dari obrolan yang sengaja diciptakan demi membangun keintiman.

Yang pada akhirnya,  hanya jatuh cinta setengah-setangah.
karena sisanya masih berusaha keluar dari bayang-bayang masa lalu dengan susah payah.
Dua manusia yang enggan berpisah.
Tapi (tetap) jatuh cinta setengah-setengah. 

Tuesday, June 18, 2019

Sedikit Rindu Banyak Cemasnya

Setengah harian saya memandangi sebuah wadah berwarna merah berbentuk hati,  yang tergeletak persis di meja samping televisi. Waktu seakan berhenti,  saya pun tidak bisa berfikir sama sekali. 

Saya meraih benda yang sejak tadi saya pandangi,  saya membukanya perlahan.  Sekarang,  saya bisa melihat isi di dalamnya. Saya menghela nafas panjang, kemudian menutupnya dan meletakannya kembali ketempat semula.

Saya membaringkan tubuh di tempat tidur, dengan tatapan yang masih tertuju pada benda di samping televisi itu. Saya tidak bisa menggambarkan apa yang saya rasakan. Karena diwaktu yang bersamaan, rasa takut, khawatir dan masalah besar akibat kekurang bijaksanaan saya mengambil keputusan, seolah janjian, menghampiri saya  secara bersamaan . Saya tidak benar-benar tahu, apa yang saya rasakan saat ini. 

Cukup lama saya terdiam,  dan mulai berfikir,  saya sudah melangkah dan mengambil keputusan sejauh ini. Hidup yang selalu saya inginkan,  berdiri atas keputusan saya sendiri,  tanpa perlu dengar kanan kiri. 

Tidak sedikit keputusan yang tidak bijak pernah saya ambil. Apa saya menyesal?,  rasanya tidak ada gunanya,  saya hanya perlu menghadapi konsekuensi dari segala keputusan yang pernah saya ambil.  Dan sekarang,  (lagi-lagi) saya telah mengambil keputusan besar dalam hidup saya.  Yang apapun resikonya,  semoga saya bisa menghadapinya dengan baik. 

Monday, May 27, 2019

Dialog

Ada seorang lelaki memakai kaos hitam dengan kemeja flannel abu-abu duduk sendiri dikursi pojok lantai 2, disalah satu cafe dipusat kota. Tatapannya tak berubah sejak awal dia mulai duduk.  Menatap kearah jalan raya,  seolah mengitung jumlah kendaran yang hadir, tatapannya kosong.  Seolah menunggu seseorang tapi tak kunjung hadir.

Entah kenapa,  dia seperti magnet,  pandangan saya tak mau beranjak darinya. Setelah beberapa lama mengamati. Saya memberanikan diri untuk duduk satu meja dengannya.

"Boleh saya duduk disini? "
"Silahkan". Jawabnya tanpa menoleh sedikitpun.

Saya sibuk mengaduk-aduk minuman yang saya pesan. Hampir 15memit. Tidak ada obrolan diantara kami.Tiba-tiba dia memecah hening.

"Kamu percaya time travel seperti yang dibuat tony stark? , rasanya menyenangkan bisa kembali kemasa lalu. "Ujarnya

"Pun kalau bisa kembali kemasa lalu, mereka bilang gak akan bisa memperbaiki masa depan. " jawabku.

"Setidaknya bisa memperbaiki masa lalu. " tambahnya.

"Saya juga masih berusaha keras berdamai dengan masa lalu, tapi saya gak yakin, kalo saya kembali ke masa lalu,  saya bisa memperbaiki semuanya.  Buat saya,  memperbaiki diri yang sekarang,  jauh lebih penting. Walau sepertinya menyenangkan kalau punya mesin waktu utk kembali kemasa yang menyenangkan" jawabku sambil menghela nafas.

Kali pertama pandangannya beralih kearah saya, tanpa ekpresi.

"Apa bagian paling menyenangkan dari hidupmu? " tanyanya

"Makan cheese cake,  sambil mendengarkan thank you for loving me-bonjovi."jawabku sambil tersenyum.

Dia mulai tersenyum sambil  membuang pandangannya ke jalan raya lagi.

"Kalau kamu? " tanyaku.

"Kamu." jawabnya sambil tersenyum.

 "Terimakasih sudah menjadi orang asing yang menyenangkan." ujarnya sambil meraih ransel dikursi, persis disebelahnya. Kemudian berlalu pergi.


"Hal paling menyenangkan dalam hidup saya adalah,  ketika tidak ada yang mengenal saya secara utuh."ujarku dalam hati.